Hukum Berpakaian Bagi Wanita
Hukum Berpakaian Bagi Wanita
Betapa banyak kita lihat saat ini,
wanita-wanita berbusana muslimah, namun masih dalam keadaan ketat. Sungguh
kadang hati terasa perih. Apa bedanya penampilan mereka yang berkerudung dengan
penampilan wanita lain yang tidak berkerudung jika sama-sama ketatnya[?]
Oleh karena itu, pembahasan kita saat ini
adalah mengenai pakaian wanita muslimah yang seharusnya mereka pakai.
Pembahasan kali ini adalah lanjutan dari pembahasan “Wanita yang Berpakaian
Tetapi Telanjang“. Semoga bermanfaat. Hanya Allah lah yang dapat memberi taufik
dan hidayah.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ
وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى
أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka
mendekatkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka“. Yang demikian itu
supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan
Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Ahzab [33] : 59).
Jilbab bukanlah penutup wajah, namun jilbab adalah kain yang dipakai oleh
wanita setelah memakai khimar. Sedangkan khimar adalah penutup kepala.
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ
وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَ
ا
“Katakanlah kepada wanita yang beriman:
“Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.”
(QS. An Nuur [24] : 31).
Berdasarkan tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Umar,
Atho’ bin Abi Robbah, dan Mahkul Ad Dimasqiy bahwa yang boleh ditampakkan
adalah wajah dan kedua telapak tangan.
Dari tafsiran yang shohih ini terlihat bahwa
wajah bukanlah aurat. Jadi, hukum menutup wajah adalah mustahab
(dianjurkan). (Lihat Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Amru Abdul Mun’im,
hal. 14)
Syarat Pakaian Wanita yang Harus
Diperhatikan
Pakaian wanita yang benar dan sesuai dengan tuntunan
Allah dan Rasul-Nya memiliki syarat-syarat. Jadi belum tentu setiap pakaian
yang dikatakan sebagai pakaian muslimah atau dijual di toko muslimah dapat kita
sebut sebagai pakaian yang syar’i. Semua pakaian tadi harus kita kembalikan
pada syarat-syarat pakaian muslimah.
Para ulama telah menyebutkan syarat-syarat ini dan ini semua tidak menunjukkan bahwa pakaian yang memenuhi syarat seperti ini adalah pakaian golongan atau aliran tertentu. Tidak sama sekali. Semua syarat pakaian wanita ini adalah syarat yang berasal dari Al Qur’an dan hadits yang shohih, bukan pemahaman golongan atau aliran tertentu. Kami mohon jangan disalah pahami.
Ulama yang merinci syarat ini dan sangat bagus penjelasannya adalah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah –ulama pakar hadits abad ini-. Lalu ada ulama yang melengkapi syarat yang beliau sampaikan yaitu Syaikh Amru Abdul Mun’im hafizhohullah. Ingat sekali lagi, syarat yang para ulama sebutkan bukan mereka karang-karang sendiri. Namun semua yang mereka sampaikan berdasarkan Al Qur’an dan hadits yang shohih.
Syarat pertama:
pakaian wanita harus menutupi seluruh tubuh
kecuali wajah dan telapak tangan. Ingat, selain kedua anggota tubuh ini wajib
ditutupi termasuk juga telapak kaki.
Syarat kedua:
bukan pakaian untuk berhias seperti yang
banyak dihiasi dengan gambar bunga apalagi yang warna-warni, atau disertai
gambar makhluk bernyawa, apalagi gambarnya lambang partai politik! Yang
terkahir ini bahkan bisa menimbulkan perpecahan di antara kaum muslimin.
Allah Ta’ala berfirman,
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ
الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan
janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama.”
(QS. Al Ahzab : 33).
Tabarruj adalah
perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala
sesuatu yang mestinya ditutup karena hal itu dapat menggoda kaum lelaki.
Ingatlah, bahwa maksud perintah untuk
mengenakan jilbab adalah perintah untuk menutupi perhiasan wanita. Dengan
demikian, tidak masuk akal bila jilbab yang berfungsi untuk menutup perhiasan
wanita malah menjadi pakaian untuk berhias sebagaimana yang sering kita
temukan.
Syarat ketiga:
pakaian tersebut tidak tipis dan tidak tembus
pandang yang dapat menampakkan bentuk lekuk tubuh. Pakaian muslimah juga harus
longgar dan tidak ketat sehingga tidak menggambarkan bentuk lekuk tubuh.
Dalam sebuah hadits shohih, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua golongan dari penduduk neraka yang belum
pernah aku lihat, yaitu : Suatu kaum yang memiliki cambuk, seperti ekor sapi
untuk memukul manusia dan para wanita berpakaian tapi telanjang,
berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring, wanita
seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun
baunya tercium selama perjalanan ini dan ini.” (HR.Muslim)
Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan,
“Makna kasiyatun ‘ariyatun adalah para wanita yang memakai pakaian yang tipis
sehingga dapat menggambarkan bentuk tubuhnya, pakaian tersebut belum menutupi
(anggota tubuh yang wajib ditutupi dengan sempurna). Mereka memang berpakaian,
namun pada hakikatnya mereka telanjang.” (Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah
125-126)
Cermatilah, dari sini kita bisa menilai
apakah jilbab gaul yang tipis dan ketat yang banyak dikenakan para mahasiswi
maupun ibu-ibu di sekitar kita dan bahkan para artis itu sesuai syari’at atau
tidak.
Syarat keempat:
Dari Abu Musa Al Asy’ary bahwanya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى
قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ
“Perempuan mana saja yang memakai
wewangian, lalu melewati kaum pria agar mereka mendapatkan baunya, maka ia
adalah wanita pezina.” (HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh
Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shohih).
Lihatlah ancaman yang keras ini!
Syarat kelima:
tidak boleh menyerupai pakaian pria
atau pakaian non muslim.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata,
لَعَنَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – الْمُخَنَّثِينَ
مِنَ الرِّجَالِ ، وَالْمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ
“Rasulullah melaknat kaum pria yang menyerupai
kaum wanita dan kaum wanita yang menyerupai kaum pria.” (HR. Bukhari no.
6834)
Sungguh meremukkan hati kita, bagaimana kaum
wanita masa kini berbondong-bondong merampas sekian banyak jenis pakaian pria.
Hampir tidak ada jenis pakaian pria satu pun kecuali wanita bebas-bebas saja
memakainya, sehingga terkadang seseorang tak mampu membedakan lagi, mana yang
pria dan wanita dikarenakan mengenakan celana panjang.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka
dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam
dalam Iqtidho’ mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus)
Betapa sedih hati ini melihat kaum hawa sekarang ini begitu antusias menggandrungi mode-mode busana barat baik melalui majalah, televisi, dan foto-foto tata rias para artis dan bintang film. Laa haula walaa quwwata illa billah.
Syarat keenam:
bukan pakaian untuk mencari ketenaran atau
popularitas (baca: pakaian syuhroh).
Dari Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Abdullah bin ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِى الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ
اللَّهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ أَلْهَبَ فِيهِ نَارًا
“Barangsiapa mengenakan pakaian syuhroh di
dunia, niscaya Allah akan mengenakan pakaian kehinaan padanya pada hari kiamat,
kemudian membakarnya dengan api neraka.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah.
Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini hasan)
Pakaian syuhroh di sini bisa bentuknya adalah
pakaian yang paling mewah atau pakaian yang paling kere atau kumuh
sehingga terlihat sebagai orang yang zuhud. Kadang pula maksud pakaian syuhroh
adalah pakaian yang berbeda dengan pakaian yang biasa dipakai di negeri
tersebut dan tidak digunakan di zaman itu. Semua pakaian syuhroh seperti ini
terlarang.
Syarat ketujuh:
Dari Diqroh Ummu Abdirrahman bin Udzainah, dia berkata,
كُنَّا نَطُوفُ بِالْبَيْتِ مَعَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ
فَرَأَتْ عَلَى امْرَأَةٍ بُرْداً فِيهِ تَصْلِيبٌ فَقَالَتْ أُمُّ الْمُؤْمِنِينَ
اطْرَحِيهِ اطْرَحِيهِ فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا رَأَى
نَحْوَ هَذَا قَضَبَهُ
“Dulu kami pernah berthowaf di Ka’bah bersama
Ummul Mukminin (Aisyah), lalu beliau melihat wanita yang mengenakan burdah yang
terdapat salib. Ummul Mukminin lantas mengatakan, “Lepaskanlah salib
tersebut. Lepaskanlah salib tersebut. Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam ketika melihat semacam itu, beliau menghilangkannya.” (HR. Ahmad.
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Ibnu Muflih dalam Al Adabusy Syar’iyyah mengatakan, “Salib di pakaian dan lainnya adalah sesuatu yang terlarang. Ibnu Hamdan memaksudkan bahwa hukumnya haram.”
Syarat kedelapan:
pakaian tersebut tidak terdapat gambar
makhluk bernyawa (manusia dan hewan).
Gambar makhluk juga termasuk perhiasan. Jadi, hal ini sudah termasuk dalam larangan bertabaruj sebagaimana yang disebutkan dalam syarat kedua di atas. Ada pula dalil lain yang mendukung hal ini.
Gambar makhluk juga termasuk perhiasan. Jadi, hal ini sudah termasuk dalam larangan bertabaruj sebagaimana yang disebutkan dalam syarat kedua di atas. Ada pula dalil lain yang mendukung hal ini.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki rumahku, lalu di sana ada kain yang tertutup gambar (makhluk bernyawa yang memiliki ruh, pen). Tatkala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya, beliau langsung merubah warnanya dan menyobeknya. Setelah itu beliau bersabda,
إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ القِيَامَةِ
الذِّيْنَ يُشَبِّهُوْنَ ِبخَلْقِ اللهِ
”Sesungguhnya manusia yang paling keras
siksaannya pada hari kiamat adalah yang menyerupakan ciptaan Allah.”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan ini adalah lafazhnya. Hadits ini juga
diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, An Nasa’i dan Ahmad)
Syarat kesembilan:
pakaian tersebut berasal dari bahan yang suci
dan halal.
pakaian tersebut bukan pakaian kesombongan.
Syarat kesebelas:
pakaian tersebut bukan pakaian pemborosan .
Syarat keduabelas:
bukan pakaian yang mencocoki pakaian ahlu
bid’ah. Seperti mengharuskan memakai pakaian hitam ketika mendapat musibah
sebagaimana yang dilakukan oleh Syi’ah Rofidhoh pada wanita mereka ketika
berada di bulan Muharram. Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa pengharusan
seperti ini adalah syi’ar batil yang tidak ada landasannya.
Inilah penjelasan ringkas mengenai
syarat-syarat jilbab. Jika pembaca ingin melihat penjelasan selengkapnya,
silakan lihat kitab Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah yang ditulis oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani. Kitab ini sudah diterjemahkan dengan
judul ‘Jilbab Wanita Muslimah’. Juga bisa dilengkapi lagi dengan kitab Jilbab
Al Mar’ah Al Muslimah yang ditulis oleh Syaikh Amru Abdul Mun’im yang
melengkapi pembahasan Syaikh Al Albani.
Terakhir, kami nasehatkan kepada kaum pria
untuk memperingatkan istri, anggota keluarga atau saudaranya mengeanai masalah
pakaian ini. Sungguh kita selaku kaum pria sering lalai dari hal ini. Semoga
ayat ini dapat menjadi nasehatkan bagi kita semua.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ
وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ
شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai
Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim: 6)
Semoga Allah memberi taufik kepada kita semua
dalam mematuhi setiap perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya.
Alhamdullillahilladzi bi ni’matihi tatimmush
sholihat.
Rujukan:
1. Faidul Qodir Syarh Al Jami’ Ash Shogir, Al Munawi, Mawqi’ Ya’sub, Asy Syamilah
2. Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Maktabah Al Islamiyah-Amman, Asy Syamilah
3. Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah, Syaikh ‘Amru Abdul Mun’im Salim, Maktabah Al Iman
4. Kasyful Musykil min Haditsi Ash Shohihain, Ibnul Jauziy, Darun Nasyr/Darul Wathon, Asy Syamilah
5. Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, An Nawawi, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah
Comments