SEPUTAR BUKA PUASA BAGIAN 1
SEPUTAR BUKA PUASA
BAGIAN 1
Oleh: Abu Syafira, diambil dari tulisan Ustadz Ammi Nur Baits, Ustadz Muhammad Abduh Tuasiqal & al Akh Yulian Purnama hafidzakumullāh
Ketika berbuka puasa sebenarnya terdapat berbagai amalan yang membawa kebaikan & keberkahan. Namun seringkali kita melalaikannya, lebih disibukkan dengan hal lainnya.
Hendaknya di saat berbuka puasa kita melakukan sunnah2 yang berkaitan dengannya. Agar buka puasa yang kita lakukan juga mendatangkan pahala. Bukan hanya sekedar berbahagia karena dapat menikmati makan & minum kembali. Berikut merupakan amalan2 sunnah ketika berbuka puasa:
MENYEGERAKAN BERBUKA PUASA
Yang dimaksud menyegerakan berbuka puasa, bukan berarti kita berbuka sebelum waktunya. Namun yang dimaksud adalah ketika matahari telah tenggelam atau ditandai dengan dikumandangkannya adzan Maghrib, maka segeralah berbuka. Dan tidak perlu menunggu sampai selesai adzan atau selesai shalat Maghrib.
Nabi kita shallAllāhu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa sebelum menunaikan shalat Maghrib & bukanlah menunggu hingga shalat Maghrib selesai dikerjakan. Inilah contoh & akhlaq dari suri tauladan kita shalAllāhu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullāh shallAllāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
“Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.”
(HR.Bukhari rahimahullāh no.1957 & Muslim rahimahullāh no.1098)
Dalam hadits yang lain disebutkan,
لَا تَزَالُ أُمَّتِى عَلَى سُنَّتِى مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُجُوْمَ
“Umatku akan senantiasa berada di atas sunnahku (ajaranku) selama tidak menunggu munculnya bintang untuk berbuka puasa.”
(HR.Ibnu Hibban rahimahullāh 8/277 & Ibnu Khuzaimah rahimahullāh 3/275, Syaikh Syu’aib Al Arnauth rahimahullāh mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Rafidhah (Syi’ah), mereka meniru Yahudi & Nashrani dalam berbuka puasa. Mereka baru berbuka ketika munculnya bintang. Semoga Allāh melindungi kita dari kesesatan mereka.
(Lihat Shifat Shoum Nabi, 63)
BERDO'A KETIKA HENDAK BERBUKA PUASA
Ketika berbuka adalah waktu mustajabnya do’a. Jadi janganlah seorang muslim melewatkannya. Manfaatkan moment tersebut untuk berdo’a kepada Allāh Ta'ala untuk urusan dunia & akhirat. Nabi shallAllāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang terdzolimi.”
(HR.Tirmidzi rahimahullāh no.2526 & Ibnu Hibban rahimahullāh 16/396. Syaikh Al Albani rahimahullāh mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ketika berbuka adalah waktu terkabulnya do’a karena ketika itu orang yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam keadaan tunduk & merendahkan diri.
(Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 7/194)
Dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullāh shallAllāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إن للصائم عند فطره لدعوة ما ترد
“Sesungguhnya orang yang berpuasa memiliki do'a yang tidak akan ditolak ketika berbuka.”
(HR.Ibnu Majah rahimahullāh no.1753, Al-Hakim rahimahullāh 1/422, Ibnu Sunni rahimahullāh no.128, dan At-Thayalisi rahimahullāh no.299 dari dua jalur. Al-Bushiri rahimahullāh mengatakan (2/81): ‘Sanad hadits ini shahih, perawinya tsiqqah’. Demikian keterangan dari Shifat Shaum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Hal. 67 – 68).
Kemudian, do'a2 kebaikan ini selayaknya dibaca sebelum memulai berbuka. Karena ketika belum berbuka, seseorang masih dalam kondisi puasa, dan bahkan di puncak puasa, sehingga dia lebih dekat dengan Allāh Ta’ala.
(Dari Fatwa Islam, no. 14103).
Diantara do'a yang bisa diucapkan salah satunya adalah merupakan atsar dari perkataan shahabat Abdullāh bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyAllāhu ‘anhuma
Dari Ibnu Abi Mulaikah rahimahullāh (salah seorang tabi'in), beliau menceritakan: Aku mendengar Abdullah bin Amr radhiyAllāhu'anhuma ketika berbuka membaca doa:
اَللَّهُمَّ إنِّي أَسْألُكَ بِرَحْمَتِكَ الَّتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ، أنْ تَغْفِرَ لِيْ
“Allāhumma inni as-aluka bi rohmatikal latii wasi’at kulla syain an taghfirolii-ed”
(Ya Allāh, aku memohon rahmatmu yang meliputi segala sesuatu, yang dengannya engkau mengampuni aku)
(AR. Ibnu Majah rahimahullāh : 1/557, no. 1753; dinilai hasan oleh al-Hafizh dalam takhrij beliau untuk kitab al-Adzkar; lihat Syarah al-Adzkar: 4/342)
Adapun do’a berbuka,
اللهم لك صمت و بك أمنت و على رزقك أفطرت برحمتك يا ارحم الراحمين
Allāhumma laka shumtu wabika amantu wa ‘ala rizqika afthartu birahmatika yaa arhamar rāhimīn
“Ya Allāh, untuk-Mu aku berpuasa & kepada-Mu aku beriman, dengan rizqi-Mu aku berbuka, dengan rahmat-Mu, wahai Dzat yang Maha Penyayang”.
Jika kita cek pada kitab2 hadits, maka tidak kita temukan lafal demikian. Namun memang ada beberapa hadits do'a berbuka
puasa yang mirip dengan lafal di atas, diantaranya adalah:
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
“Allāhumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu (Ya Allāh, kepada-Mu aku berpuasa & kepada-Mu aku berbuka)”
(HR.Abu Daud rahimahullāh no.2358, dari Mu’adz bin Zuhroh rahimahullāh)
Do’a ini berasal dari hadits2 dho’if (lemah).
Mu’adz rahimahullāh adalah seorang tabi’in. Sehingga hadits ini mursal (di atas tabi’in terputus). Hadits mursal merupakan hadits dho’if (lemah) karena sebab sanad yang terputus. Syaikh Al Albani rahimahullāh pun berpendapat bahwasanya hadits ini dho’if (lemah).
(Lihat Irwaul Gholil, 4/38)
Hadits semacam ini juga dikeluarkan oleh Ath Thabrani rahimahullāh dari Anas bin Malik radhiyAllāhu'anhu. Namun sanadnya terdapat perowi dho’if (lemah) yaitu Daud bin Az Zibriqon, dia adalah seorang perowi matruk (yang dituduh berdusta). Berarti dari riwayat ini juga dho’if (lemah). Syaikh Al Albani rahimahullāh pun mengatakan riwayat ini dho’if (lemah).
(Lihat Irwaul Gholil, 4/37-38)
Di antara ulama yang mendho’ifkan (melemahkan) hadits semacam ini adalah Ibnu Qoyyim Al Jauziyah rahimahullāh.
(Lihat Zaadul Ma’ad, 2/45)
Begitu pula do’a berbuka,
اللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
“Allāhumma laka shumtu wa bika āmantu wa ‘ala rizqika afthortu” (Ya Allāh, kepada-Mu aku berpuasa & kepada-Mu aku beriman, dan dengan rizki-Mu aku berbuka)
Mula ‘Ali Al Qori rahimahullāh mengatakan, “Tambahan “wa bika āmantu” adalah tambahan yang tidak diketahui sanadnya, walaupun makna do’a tersebut shahih.
(Mirqotul Mafatih, 6/304)
Sehingga yang lebih utama kita amalkan adalah do’a dari atsar yang derajatnya shahih yang kami sebutkan di atas yang hendaknya jadi pegangan dalam amalan dibandingkan dengan hadits yang dho'if (lemah) karena sanadnya mursal (terputus).
WAllāhu A'lam
MEMBACA BISMILLĀH SEBELUM MAKAN/MINUM
Inilah yang dituntunkan dalam Islam agar makan kita menjadi barokah, artinya menuai kebaikan yang banyak.
Dari ‘Aisyah radhiyAllāhu ‘anha, Rasulullāh shallAllāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ
“Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allāh Ta’ala (yaitu membaca ‘bismillāh’). Jika ia lupa untuk menyebut nama Allāh Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: 'Bismillāhi awwalahu wa ākhirohu (dengan nama Allāh pada awal & akhirnya)'.”
(HR.Abu Daud rahimahullāh no.3767 & At Tirmidzi rahimahullāh no.1858, hadits ini hasan shahih)
Dari Wahsyi bin Harb dari ayahnya dari kakeknya bahwa para sahabat Nabi shallAllāhu ‘alaihi wa sallam berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَأْكُلُ وَلاَ نَشْبَعُ. قَالَ « فَلَعَلَّكُمْ تَفْتَرِقُونَ ». قَالُوا نَعَمْ. قَالَ « فَاجْتَمِعُوا عَلَى طَعَامِكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيهِ »
“Wahai Rasulullāh, sesungguhnya kami makan & tidak merasa kenyang?” Beliau bersabda: “Kemungkinan kalian makan sendiri2.” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau bersabda: “Hendaklah kalian makan secara bersama-sama & sebutlah nama Allāh, maka kalian akan diberi berkah padanya.”
(HR.Abu Daud rahimahullāh no.3764, hadits ini hasan)
Hadits ini menunjukkan bahwa agar makan penuh keberkahan, maka ucapkanlah bismillāh serta keberkahan bisa bertambah dengan makan berjama’ah (bersama-sama).
BERBUKA DENGAN KURMA JIKA MUDAH DIPEROLEH ATAU DENGAN AIR, SEBELUM MELAKUKAN SHOLAT MAGHRIB
Disunnahkan pula untuk berbuka dengan kurma atau dengan air. Jika tidak mendapati kurma, bisa digantikan dengan makan yang manis2. Di antara ulama ada yang menjelaskan bahwa dengan makan yang manis2 (semacam kurma) ketika berbuka itu akan memulihkan kekuatan, sedangkan meminum air akan menyucikan.
(Lihat Kifayatul Akhyar, hal.289)
Anas bin Malik radhiyAllāhu ‘anhu berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّىَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
“Rasulullāh shallAllāhu ‘alaihi wa sallam biasanya berbuka dengan rothb (kurma basah) sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada rothb, maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering). Dan jika tidak ada yang demikian beliau berbuka dengan seteguk air.”
(HR. Abu Daud rahimahullāh no.2356 & Ahmad rahimahullāh 3/164, Syaikh Al Albani rahimahullāh mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
BERDO'A KETIKA TELAH BERBUKA
Ibnu ‘Umar radhiyAllāhu ‘anhuma berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا أَفْطَرَ قَالَ « ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ ».
“Rasulullāh shallAllāhu ‘alaihi wa sallam ketika telah berbuka mengucapkan: ‘Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allāh (artinya: Rasa haus telah hilang & urat2 telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allāh)’.”
(HR.Abu Daud rahimahullāh no.2357, Syaikh Al Albani rahimahullāh mengatakan bahwa hadits ini hasan)
BERDO'A SESUDAH MAKAN/MINUM
Di antara do’a yang shahih yang dapat diamalkan & memiliki keutamaan luar biasa adalah do’a yang diajarkan dalam hadits berikut.
Dari Mu’adz bin Anas rahimahullāh, dari ayahnya (Anas) radhiyAllāhu'anhu ia berkata, Rasulullāh shallAllāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَكَلَ طَعَامًا فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَطْعَمَنِى هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّى وَلاَ قُوَّةٍ. غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa yang makan makanan kemudian mengucapkan: “Alhamdulillāhilladzī ath’amanī hādzā wa rozaqonīhi min ghairi haulin minnī wa lā quwwatin”
(Segala puji bagi Allāh yang telah memberiku makanan ini & merizkikan kepadaku tanpa daya serta kekuatan dariku), maka diampuni dosanya yang telah lalu.”
(HR.Tirmidzi rahimahullāh no. 3458. Derajat hadits ini hasan)
Namun jika mencukupkan dengan ucapan “Alhamdulillāh” setelah makan & minum juga dibolehkan berdasarkan hadits Anas bin Malik radhiyAllāhu'anhu, Nabi shallAllāhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا
“Sesungguhnya Allāh Ta’ala sangat suka kepada hamba-Nya yang mengucapkan tahmid (alhamdulillāh) sesudah makan & minum”
(HR. Muslim rahimahullāh no. 2734)
An Nawawi rahimahullāh mengatakan, “Jika seseorang mencukupkan dengan bacaan “alhamdulillāh” saja, maka itu sudah dikatakan menjalankan sunnah.”
(Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17: 51)
WALLĀHU A'LAM
Comments