Waktu Shalat Zhuhur
Waktu Shalat Zhuhur
Waktu-waktu
shalat sangat perlu sekali diperhatikan karena mengingat jika belum masuk
waktunya atau kelewat waktunya, shalat seseorang tidaklah sah. Masuknya waktu
shalat inilah yang menjadi syarat shalat. Sekarang kita akan melihat secara
singkat tentang waktu-waktu tersebut dimulai dari waktu shalat Zhuhur.
Secara
ringkas dalam salah satu buku rujukan dalam madzhab Syafi’i yaitu kitab
Matan Abi Syuja’ (Matan Al Ghoyah wat Taqrib), Al Qodhi Abu Syuja’ rahimahullah
menyebutkan:
Waktu
shalat Zhuhur: Awal waktunya adalah saat waktu zawal (matahari tergelincir ke
barat). Akhir waktunya adalah saat tinggi bayangan bertambah sama dengan tinggi
bendanya (dan tidak termasuk panjang bayangan saat zawal).
Waktu
shalat ‘Ashar: Awal waktunya adalah saat tinggi bayangan bertambah dari tinggi
bendanya. Akhir waktunya -yang disebut waktu ikhtiyar (pilihan)- adalah saat
tinggi bayangan bertambah dua kali tinggi benda. Akhir waktu jawaz (bolehnya)
adalah saat matahari tenggelam.
Waktu
shalat Maghrib: Waktunya hanya satu, dimulai saat matahari tenggelam.
Lamanya sekadar adzan, berwudhu, menutup aurat, menegakkan shalat dan shalat
yang dikerjakan adalah 5 raka’at.
Waktu
shalat ‘Isya’: Awal waktunya adalah jika awan merah di ufuk telah hilang. Akhir
waktunya -yang disebut waktu ikhtiyar (pilihan)- adalah hingga 1/3 malam. Akhir
waktu jawaz (bolehnya) adalah saat terbit fajar kedua (fajar shodiq).
Waktu
shalat Shubuh: Awal waktunya adalah saat terbit fajar kedua (fajar shodiq).
Akhir waktunya -yang disebut waktu ikhtiyar (pilihan)- adalah sampai isfaar.
Akhir waktu jawaz (bolehnya) adalah sampai matahari terbit.
Inilah
yang disebutkan dalam kitab Fikih Syafi’i. Namun kita akan ulas satu per satu
dari sisi dalil maupun pendapat terkuat.
Para ulama sepakat bahwa shalat lima waktu memiliki batasan waktu yang harus ditunaikan pada waktu tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisa’: 103).
Mengenai waktu-waktu shalat disebutkan dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Amr berikut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرِ الْعَصْرُ وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ وَوَقْتُ صَلاَةِ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبِ الشَّفَقُ وَوَقْتُ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الأَوْسَطِ وَوَقْتُ صَلاَةِ الصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعِ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ فَأَمْسِكْ عَنِ الصَّلاَةِ فَإِنَّهَا تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَىْ شَيْطَانٍ
“Waktu
Zhuhur dimulai saat matahari tergelincir ke barat (waktu zawal) hingga bayangan
seseorang sama dengan tingginya dan selama belum masuk waktu ‘Ashar. Waktu
Ashar masih terus ada selama matahari belum menguning. Waktu shalat Maghrib
adalah selama cahaya merah (saat matahari tenggelam) belum hilang. Waktu shalat
‘Isya’ ialah hingga pertengahan malam. Waktu shalat Shubuh adalah mulai terbit
fajar (shodiq) selama matahari belum terbit. Jika matahari terbit, maka
tahanlah diri dari shalat karena ketika itu matahari terbit antara dua tanduk
setan. ” (HR. Muslim no. 612)
Dari Ibnu ‘Abbas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَمَّنِى جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ عِنْدَ الْبَيْتِ مَرَّتَيْنِ فَصَلَّى بِىَ الظُّهْرَ حِينَ زَالَتِ الشَّمْسُ وَكَانَتْ قَدْرَ الشِّرَاكِ وَصَلَّى بِىَ الْعَصْرَ حِينَ كَانَ ظِلُّهُ مِثْلَهُ وَصَلَّى بِىَ – يَعْنِى الْمَغْرِبَ – حِينَ أَفْطَرَ الصَّائِمُ وَصَلَّى بِىَ الْعِشَاءَ حِينَ غَابَ الشَّفَقُ وَصَلَّى بِىَ الْفَجْرَ حِينَ حَرُمَ الطَّعَامُ وَالشَّرَابُ عَلَى الصَّائِمِ فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ صَلَّى بِىَ الظُّهْرَ حِينَ كَانَ ظِلُّهُ مِثْلَهُ وَصَلَّى بِىَ الْعَصْرَ حِينَ كَانَ ظِلُّهُ مِثْلَيْهِ وَصَلَّى بِىَ الْمَغْرِبَ حِينَ أَفْطَرَ الصَّائِمُ وَصَلَّى بِىَ الْعِشَاءَ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ وَصَلَّى بِىَ الْفَجْرَ فَأَسْفَرَ ثُمَّ الْتَفَتَ إِلَىَّ فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ هَذَا وَقْتُ الأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِكَ وَالْوَقْتُ مَا بَيْنَ هَذَيْنِ الْوَقْتَيْنِ
“Jibril
‘alaihis salam pernah mengimamiku di rumah dua kali. Pertama kali, ia shalat
Zhuhur bersamaku ketika matahari bergeser ke barat dan saat itu panjang
bayangan sama dengan panjang tali sandal. Lalu beliau shalat ‘Ashar bersamaku
ketika panjang bayangan sama dengan panjang benda. Kemudian beliau melaksanakan
shalat Maghrib bersamaku ketika orang-orang berbuka puasa. Lalu beliau
melaksanakan shalat ‘Isya’ bersamaku ketika cahaya merah saat matahari
tenggelam hilang. Kemudian beliau shalat Fajar (shalat Shubuh) bersamaku ketika
telah haram makan dan minum bagi orang yang berpuasa. Kemudian esok harinya, ia
shalat Zhuhur bersamaku ketika panjang bayangan sama dengan panjang benda. Lalu
ia shalat ‘Ashar bersamaku ketika panjang bayangan sama dengan dua kali panjang
benda. Kemudian beliau shalat Maghrib ketika orang-orang berbuka puasa. Lalu
beliau shalat ‘Isya’ hingga sepertiga malam. Kemudian ia shalat Shubuh
bersamaku setelah itu waktu isfaar. Kemudian ia berpaling padaku dan berkata,
“Wahai Muhammad, inilah waktu shalat sebagaimana waktu shalat para nabi sebelum
engkau. Batasan waktunya adalah antara dua waktu tadi.” (HR. Abu Daud no. 393
dan Ahmad 1: 333. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
Waktu Shalat Zhuhur
Awal
waktu shalat Zhuhur adalah waktu zawal, yaitu saat matahari bergeser ke
barat. Waktu zawal ini adalah saat matahari condong dari pertengahan langit ke
arah barat (Lihat Al Iqna’, 1: 196). Ketika seseorang memulai takbir sebelum
zawal lalu nampak zawal setelah ia bertakbir untuk shalat atau di
pertengahannya, maka shalatnya tidaklah sah. Demikian penjelasan dalam Al
Iqna’, 1: 196.
Sedangkan
waktu akhir shalat Zhuhur adalah saat panjang bayangan yang bertambah sama
dengan panjang benda (selain panjang bayangan saat zawal). Akhirnya waktu
Zhuhur, inilah dimulainya waktu shalat ‘Ashar. Inilah pendapat jumhur (ulama)
yang diselisihi Imam Abu Hanifah, di mana beliau berpendapat bahwa akhir waktu
shalat Zhuhur adalah saat tinggi bayangan sama dengan dua kali tingginya selain
tinggi bayangan saat zawal.
Disunnahkan mengerjakan shalat Zhuhur di awal waktu. Dalam hadits Jabir bin Samuroh, ia berkata,
كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى الظُّهْرَ إِذَا دَحَضَتِ الشَّمْسُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat Zhuhur ketika matahari telah tergelincir ke barat (waktu zawal).” (HR. Muslim no. 618).
Disunnahkan mengakhirkan shalat Zhuhur ketika cuaca begitu panas. Hal ini berdasarkan hadits Anas bin Malik,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا اشْتَدَّ الْبَرْدُ بَكَّرَ بِالصَّلاَةِ ، وَإِذَا اشْتَدَّ الْحَرُّ أَبْرَدَ بِالصَّلاَةِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya jika keadaan sangat dingin beliau menyegerakan shalat dan jika keadaan sangat panas/terik beliau mengakhirkan shalat” (HR. Bukhari no. 906).
Dalam hadits lainnya disebutkan,
إِذَا اشْتَدَّ الْحَرُّ فَأَبْرِدُوْا عَنِ الصَّلاَةِ، فَإِنَّ شِدَّةَ الْحَرِّ مِنْ فَيْحِ جَهَنَّمَ
“Apabila
cuaca sangat panas, akhirkanlah shalat zhuhur sampai waktu dingin karena panas
yang sangat merupakan hawa panas neraka jahannam.” (HR. Bukhari no. 536 dan
Muslim no. 615). Batasan mendinginkan (mengakhirkan) berbeda-beda sesuai
keadaan selama tidak terlalu panjang hingga mendekati waktu akhir shalat (Lihat
Shahih Fiqh Sunnah, 1: 239).
Kata
ulama Syafi’iyah, shalat Zhuhur memiliki tiga waktu: (1) waktu utama yaitu di
awal waktu, (2) waktu ikhtiyar (pilihan) hingga akhir waktu, (3) waktu
‘udzur yaitu waktu shalat ‘Ashar bagi yang menjamak shalat. (Al Iqna’, 1: 196)
-bersambung insya Allah-
Comments